Dinegeri ini,provinsi atau
kabupaten/kota bukan lagi sekedar satuan administrasi. Daerah sudah menjadi
makhluk hidup,bisa berkembang dan beranak pinak. Sejak otonomi daerah dengan
titik berat di tingkat kabupaten/kota digulirkan,jumlah provinsi dan
kabupaten/kota terus bertambah.
(dikutip dari harian Kompas)
Sebelum pemerintahan Orde Baru berganti, di Indonesia
ada 303 Kabupaten/kota,tak termasuk lima administrasi di DKI Jakarta. Lahirnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diubah
dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 serta UU Nomor 23 Tahun 2014, mendorong daerah
memekarkan diri.
DKI Jakarta turut
menikmati,melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001, menjadikan
kecamatan Kepulauan seribu dikota (administrasi) Jakarta Utara menjadi
Kabupaten (administrative) Kepulauan Seribu. Data Kementerian Dalam Negeri
tahun 2013 mencatat,kini negeri ini mempunyai 34 provinsi dari sebelumnya hanya
27, serta 412 kabupaten dan 93 kota, tidak termasuk 5 kota dan satu kabupaten
administrative di Ibu Kota.
Pengajar Ilmu Pemerintahan dari
Universitas Diponegero, Semarang, Nunik Retno Herawati, dalam makalah Pemekaran Daerah di Indonesia menyebutkan,
pemekaran daerah, yang sebenarnya berarti pemecahan wilayah, terjadi pertama kali
pada masa pemerintahan Orde Lama. Provinsi Sumatera di mekarkan menjadi
Sumatera Utara, termasuk Aceh,Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan,serta
pembentukan Provinsi DI Yogyakarta. Pemerintah Orde Baru amat ketat dalam
pemekaran daerah.yakni tercatat hanya tiga kali membentuk provinsi baru yakni
Provinsi Bengkulu tahun 1967, Irian Barat menjadi provinsi yang ke-26 tahun
1969 dan Timor Timur sebagai provinsi ke-27 tahun 1976.
Sulut, Ibu nan subur
Sulawesi Utara adalah provinsi yang ingin terus melahirkan otonomi
baru. Bak Ibu yang tidak pernah lelah melahirkan,sulut terus beranak pinak
melalui pemekaran provinsi dan kabupaten/kota. Pemekaran menjadi “obat bius”
menenangkan dinamika politik local yang diwarnai perbedaan entitas etnik.
Setelah melahirkan Provinsi
Gorontalo tahun 2000,sulut kini siap melahirkan”bayi” baru. Provinsi Bolaang
Mongondow Raya (BMR). Pemekaran provinsi mungkin berlanjut ke utara sebab
bupati dan tokoh masyarakat di Kabupaten Sangihe,Talaud, dan Sitaro pada juni
2013 di Tahuna bersepakat melahirkan Provinsi Nusa Utara. Wakil Gubernur Sulut
Djauhari Kansil turut dalam deklarasi pembentukan provinsi baru itu bersama
tiga bupati kawasan itu. Ribuan orang menyaksikan deklarasi itu.” Kami mendapat
izin dari Pak Gubernur untuk hadir” kata Djauhari. Pemerintahan Provinsi Sulut
menyediakan anggaran persiapan pemekaran dari APBD senilai Rp 500 juta. Asisten
Pemerintahan Provinsi Sulut John Palandung mengatakan, dana pemekaran dalam
APBD 2015.
Djauhari menillai penting
pembentukan Provinsi Nusa Utara sebagai daerah kepulauan dan perbatasan.
Rentang kendali pemerintahan sangat jauh jika harus diatur dari Manado, Ibukota
Sulut, Perlu semalam naik kapal dari Talaud ke Manado.
Menurut tokoh pembentukan
Provinsi Bolaang Mongondow Raya, Yasti Mokoagow,usulan pembentukan provinsi
baru itu telah lolos uji materi
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.” Tinggal menunggu ketok palu
dari DPR baru”. Ia optimistis perjuangan delapan tahun warga tak akan sia-sia,meskipun
pemerintahan sempat menyatakan moratorium (penghentian sementara) pembentukan
daerah otonomi baru.
Untuk dapat membentuk provinsi
baru,kabupaten/kota pun bermekaran. Kabupaten Minahasa di Sulut paling dinamis
di Tanah Air dalam pemekaran wilayah sejak tahun 2000. Dari kabupaten itu telah
lahir empat kabupaten dan kota baru, yakni Minahasa Utara, Minahasa Selatan,
Minahasa Tenggara, dan Kota Tomohon. Kabupaten Minahasa kini siap melahirkan
kabupaten baru lagi,Langowan.
Hal sama terjadi di Kabupaten
Bolaang Mongondow yang melahirkan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Bolaang
Mongondow Utara,Bolaang Mongondow Selatan, dan Kota Kotamobagu. Pemekaran
Kabupaten member angin pemekaran provinsi dengan persyaratan utama lima
kabupaten dan kota.
Menurut pengajar antropologi
Fakultas Sosial Politik Universitas Sam Ratulangi, Berni Kusen, pemekaran
provinsi di Sulut memang Fenomenal. Namun, alasan pemekaran untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan mendekatkan pelayanan pemerintah tak semuanya benar.
Gorontalo yang melepas diri dari
Sulut lebih 14 tahun lalu masih bergelut dengan tingginya angka kemiskinan yang
tahun 2013 mencapai 17 persen dari seluruh penduduk.
“Yang sejahtera elite atau
rakyat?”.Kusen menyatakan tuntutan pemekaran selalu dibumbuhi perbedaan etnis
yang kuat.
Dosen Fisipol Unsrat,Ferry
Liando,mengatakan,konsep pemekaran sesuai UU cukup baik, yaitu untuk
peningkatkan kualitas pelayanan public. Namun konsep itu sering terabaikan dan
kesejahteraan rakyat kurang di perhatikan.”Warga maasih mengeluh,misalnya
karena jalan rusak.
Hampr dua kali lipat
Namun,rekor pemekaran
kabupaten/kota terbanyak mungkin dipegang Provinsi Sumatera Utara. Dalam
Sembilan tahun, antara tahun 1998 dan 2007, jumlah kabupaten/kota di sumut
bertambah hamper dua kali lipat, dari 17 kabupaten/kota menjadi 33 kabupaten
kota.
Hingga saat ini usulan
pembentukan kabupaten/kota bar uterus bergulir, yakni kabupaten Simalungun
Hantaran pemekaran dari Kabupaten Simalungun, Kabupaten Pantai Barat Mandailing
pemekaran dari Kabupaten Mandailing Natal dan Baru-baru ini di Tahun 2015 ada
Usul Pemekaran Barus Raya yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Barus
Raya terdiri 6 kecamatan yaitu : Kecamatan Barus,Barus
Utara,Sosorgadong,Sirandorung,Andam Dewi dan Manduamas.
Sumut juga menjadi provinsi yang
termasuk pertama melakukan pemekaran setelah era reformasi, yaitu tahun 1998
dengan membentuk Kabupaten Toba Samosir yang dilepaskan dari Tapanuli Utara
serta Mandailing Natal yang disapih dari Tapanuli Selatan. Usulan pemekaran
terus berlanjut hingga kini, termasuk dengan keinginan membentuk tiga provinsi
baru, yaitu Tapanuli, Kepulauan Nias, dan Sumatera Tenggara.
“Semua usulan pemekaran daerah
otonom baru sudah tidak lagi menjadi kewenangan daerah. Sudah kami serahkan ke
pemerintah pusat, yaitu DPR dan Kementerian Dalam Negeri.” Untuk sementara,
pembahasan pembentukan daerah otonom baru itu masih tertunda.”Tugas kami hanya
mengkaji usulan itu sesuai aturan. Keputusan tetap di Pemerintah Pusat.
Berdasarkan penilaian dari
Kementerian Dalam Negeri, delapan daerah otonom baru di sumut yang terbentuk
pada tahun 2007-2008, mendapat nilai sedang. Penilaian lebih menekankan pada
kemampuan daerah baru membentuk kelengkapan pemerintahan, tidak bergerak di
ranah apakah kepala daerah dan jajarannya terlibat korupsi,kolusi, dan nepotisme. Namun,evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang dilakukan Inspektorat Prov.Sumatera Utar menunjukkan,banyak daerah baru yang berprestasi lebih dari daerah lama pula.
Pengamat otonomi daerah dari Universitas Sumatera Utara (USU), Heri Kusmanto, menilai pemekaran nyaris tak memberi manfaat kepada warga. Daerah baru sangat mengandalkan dana alokasi umum dan alokasi khusus dari pemerintah pusat. Anggaran lebih banyak habis untuk operasional pegawai/belanja pegawai daripada untuk belanja pembangunan sehingga terkesan hanya sebagian elite yang menikmati buah pemekaran itu.